Penguatan keilmuan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi, termasuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), adalah sebuah tugas penting yang bersifat multidimensional dan berkelanjutan. Tugas ini menuntut kerja keras dan komitmen dari seluruh anggota sivitas akademika, terutama para pimpinan dan guru besar.
Selama ini evaluasi terhadap kinerja keilmuan cenderung berfokus pada sisi hilir, seperti kualitas penelitian dan publikasi. Untuk membangkitkan mutu kegiatan keilmuan di PTKI, evaluasi harus dilakukan secara komprehensif, dari hulu ke hilir.
Menurut hemat penulis ada lima hal yang perlu mendapat perhatian, untuk dapat meningkatkan mutu dan tradisi keilmuan di lingkungan PTKI.
Pertama, terpenuhinya basic needs atau modal dasar yang kuat dan relevan, berupa kader ilmuan atau orang-orang yang memiliki minat dan kompetensi keilmuan, serta karakter yang kuat untuk menjadi ilmuan atau berkarir di bidang akademik (academic career).
Di PTKI, orang-orang seperti ini akan muncul jika ada proses rekrutmen dosen yang baik, dengan satu asumsi, bahwa orang-orang yang memiliki kualifikasi akademik belum tentu memiliki minat untuk berkarir di bidang akademik. Bisa jadi mereka lebih berminat pada bidang non akademik, misalnya ekonomi dan politik.
Seseorang diterima menjadi dosen apabila dia memiliki kompetensi dasar dan karakter keilmuan, bukan hanya karena yang bersangkutan memiliki kualifikasi pendidikan S2 dan atau S3.
Kompetensi dasar yang penting dimiliki oleh para calon ilmuan adalah kompetensi keilmuan dan ketrampilan berbahasa asing, terutama bahasa Arab dan Inggris. Sebab, dua bahasa tersebut tidak hanya menjadi bahasa internasional, tetapi juga telah menjadi bahasa ilmu pengetahuan.
Sebuah survey, misalnya, menunjukkan bahwa 84% publikasi terbaru dalam bentuk jurnal, buku, dan proceedings dalam bahasa Inggris, hanya 4% dalam bahasa Arab, dan sisanya 12% campuran dari berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Kompetensi keilmuan dan ketrampilan bahasa asing hanya dapat dilihat melalui penelusuran kinerja atau track record dan prestasi akademik (academic performance), tidak dengan Test Kemampuan Dasar (TKD) melalui Computer Assisted Test (CAT).
Kedua, platform keilmuan, yaitu landasan pacu yang dapat menjadi pijakan bagi para akademisi PTKI untuk mendisain, melaksanakan, dan mengembangkan aktivitas keilmuan mereka.
Platform tersebut adalah berupa komunitas akademik (academic community), budaya akademik (academic culture), dan kebebasan akademik (academic freedom).
Komunitas akademik atau academic community sangat diperlukan agar para ilmuwan memiliki ruang sosial yang nyaman untuk berdiskusi secara kritis dan konstruktif dalam suasana saling berbagi dan melengkapi.
Budaya akademik atau academic culture) sangat diperlukan agar para ilmuwan mendapat apresiasi dan dukungan kultural terhadap kerja-kerja keilmuan mereka, bahwa aktifitas yang mereka lakukan bersentuhan langsung dan menjadi bagian integral dari lingkungan budayanya.
Kebebasan akademik (academic freedom), yaitu kebebasan berpendapat dan berekspresi, sangat diperlukan, agar aktifitas keilmuan para akademisi tidak diganggu atau dihalang-halangi atau ditakut-takuti atau diancam oleh sanksi-sanksi sosial dan politik yang bersifat legal formal.
Ketiga, rewards and punishment, yaitu penghargaan dan apresiasi serta sangsi yang diperlukan terhadap kinerja keilmuan para akademisi. Misalnya, ada kemudahan dan percepatan karir akademik bagi dosen-dosen yang memiliki prestasi akademik tinggi. Kemudahan juga bisa diberikan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan akademik bagi dosen-dosen yang memiliki aktifitas dan produktivitas keilmuan tingkat tinggi, misalnya dalam bentuk pengurangan beban mengajar, keleluasaan finger print, atau dalam bentuk fasilitasi.
Keempat, output atau capaian yang dihasilkan. Bahwa berbagai kegiatan keilmuan harus berorientasi pada output, tidak sekedar memenuhi tuntutan persyaratan pembayaran tunjangan profesi dan administrasi pelaporan.
Tentu saja output yang paling utama dari kegiatan keilmuan adalah berupa publikasi ilmiah dalam bentuk artikel yang diterbitkan oleh jurnal terkemuka atau buku yang diterbitkan oleh penerbit terkemuka.
Kualitas, kredibilitas, dan akuntabilitas karya-karya keilmuan, berupa buku, artikel, dan publikasi dalam bentuk lainnya harus benar-benar dinilai dan diapresiasi secara proporsional dan adil.
Kelima, impact, yaitu daya manfaat dan pengaruh (civil effects) dari sebuah karya keilmuan terhadap perubahan sosial, ekonomi dan politik (social, economic, and political changes).
Publikasi ilmiah memang sungguh-sungguh penting, tetapi yang tidak kalah penting adalah dampak dan atau implikasinya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sebuah publikasi ilmiah dapat dikatakan berkualitas jika keberadaannya dapat mengendorse cara berfikir, cara kerja, dan perilaku positif di tengah masyarakat.
Demikian. Semoga aktifitas keilmuan di PTKI makin kuat, relevan, dan bermanfaat.
Penulis: Muhammad Sirozi (Rektor dan Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang)