HUKUM ABORSI AKIBAT PEMERKOSAAN (STUDI KOMPARATIF PASAL 31 PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN HUKUM ISLAM)

irhas, irhas (2018) HUKUM ABORSI AKIBAT PEMERKOSAAN (STUDI KOMPARATIF PASAL 31 PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN HUKUM ISLAM). Diploma thesis, perpustakaan syariah.

[img]
Preview
Text
Bab I.pdf

Download (440kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB II.pdf

Download (310kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB III.pdf

Download (351kB) | Preview

Abstract

ABSTRAK Pada tanggal 21 Juli 2014, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi telah diberlakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 ini merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 yang mana dijelaskan bahwa aborsi dapat dilakukan apabila adanya indikasi medis dan kehamilan akibat dari pemerkosaan. Namun tentunya dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelumnya. Identifikasi masalah dalam skripsi ini yakni penulis ingin mencoba mengkaji dan mencari perbandingan tentang hukum aborsi terkhusus aborsi akibat pemerkosaan menurut pasal 31 Peraturan Pemerintah (PP) 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi dengan hukum Islam, serta mencari persamaan dan perbedaan dalam penetapan hukum tersebut. Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research) dengan cara mengkaji sumber pustaka sebagai sumber data, yang menggunakan data sekunder dan di analisis secara Deskriptif Kualitatif dan Komparatif. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa di dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi bahwa hukum melakukan aborsi boleh dilakukan karena adanya indikasi medis dan aborsi akibat pemerkosaan dengan syarat usia kehamilan tersebut 40 dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Sedangkan di dalam hukum Islam pendapat Yusuf Al-Qardlawi membolehkan aborsi akibat pemerkosaan Apabila udzurnya semakin kuat, maka rukhshahnya semakin jelas, dan bila hal itu terjadi sebelum berusia empat puluh hari maka yang demikian lebih dekat kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan). Sedangkan Pendapat yang kontra, Imam Al-Ghazali dari kalangan Mazhab Syafi’i, bahwa jika nuthfah (sperma) telah bercampur (ikhtilath) dengan ovum dan siap menerima kehidupan (isti’dad li qabul al-hayah), maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinayah); dengan demikian hukumnya adalah haram.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: Z Bibliography. Library Science. Information Resources > Z665 Library Science. Information Science
Depositing User: Fakultas Syariah Hukum
Date Deposited: 28 Aug 2018 03:20
Last Modified: 28 Aug 2018 03:20
URI: http://eprints.radenfatah.ac.id/id/eprint/1801

Actions (login required)

View Item View Item